Telah diketahui bersama oleh dunia bahwa
Korea merupakan salah satu negara yang cukup maju di bidang teknologi. Berbagai
produk elektronik Korea dengan kualitas yang lux membanjiri berbagai negara.
Meski begitu, terdapat satu hal yang sering luput di negeri gingseng ini dari
sorotan khayalak, yakni kehidupan beragama di negeri ini. Tulisan ini akan
secara ringkat menggambarkan kehidupan Islam di Korea berdasarkan pengalaman
penulis.
Sebagaian besar
masyarakat di korea tidak beragama (atheis), yang jumlahnya mencapai sekitar
45%. Kemudian, diikuti dengan pemeluk agama Budha (23%), Kristen (18%) dan
Katolik (10%) secara berturut-turut [1]. Tidak lupa, terdapat satu masyarakat
minoritas yang menganut agama tauhid yang berusaha untuk tetap eksis di
tengah-tengah mayoritas masyarakat pada umumnya. Ya, kelompok minoritas
tersebut adalah umat Islam. Islam pertama kali mulai dikenal di Korea sejak
tahun 1955 dengan datangnya tentara Turki untuk misi perdamaian di bawah PBB.
Mereka membangun sebuah tempat sholat sederhana dari tenda dan mengenalkan
tentang Islam di Korea. Sejak saat itu, kaum muslimin mulai ada dan jumlahnya
terus bertambah [2]. Meski demikian, sangat berbeda dengan di Indonesia, jumlah
penduduk asli Korea yang beragama Islam sampai saat ini tidak lebih 0,1% dari
sekitar 50 juta jiwa total populasi penduduk [3,4]. Di samping jumlah tersebut,
terdapat sekitar 200.000 muslim pendatang dari berbagai negara di dunia, baik
untuk bekerja, belajar, ataupun menetap di Korea [3].
Masjid
masjid di seoul |
Masjid pertama yang
dibangun di Korea adalah Seoul Central Masjid and Islamic Center yang berada di
kota Itaewon. Masjid ini selesai dibangun dan dibuka untuk publik pada tahun
1974 [5]. Tidak hanya sebagai tempat sholat, di kompleks masjid juga dilengkapi
dengan kantor, ruang kelas, sekolah, dan aula untuk konferensi. Hal ini
dimaksudkan agar masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat sholat saja,
namun juga sebagai pusat dakwah dan pendidikan. Sebagai contoh, program
pengobatan gratis diadakan secara rutin untuk masyarakat umum di kompleks
masjid ini. Segala kegiatan ibadah dan aktivitas dakwah dikoordinasi oleh
Korean Muslim Federation (KMF). Mengingat sebagian besar jumlah kaum muslimin
yang di Korea adalah pendatang, maka seluruh aktivitas ibadah di masjid
meliputi sholat jumat, idul fitri dan yang lainnya, disampaikan dalam 3 bahasa,
yakni arab, inggris dan korea.
Sampai sekarang ada
sekitar 21 masjid/islamic center yang tersebar di beberapa pusat kota di Korea,
yang seluruhnya dibawah koordinasi oleh KMF [6]. Selain masjid dan islamic
center, beberapa universitas/perusahaan menyediakan ruangan untuk tempat sholat
bagi mahasiswa maupun karyawannya. Adapun di sebagian besar tempat, tidak
pernah dijumpai tempat sholat khusus, sehingga kebanyakan kaum muslimin
menjalankan sholat saat datang waktunya di mana saja, asalkan suci.
Makanan
Untuk mendapatkan
makanan halal di negeri ini tidak sulit. Hampir di setiap kompleks masjid,
terdapat toko muslim yang menyediakan berbagai macam makanan halal dari
berbagai negara. Di samping itu, terdapat toko khusus yang menjual daging halal
yang disembelih secara islami.
Terkait makanan
kemasan produksi Korea, perlu kehati-hatian dalam memilih, karena sebagian
besar makanan kemasan mengandung babi atau turunannya. KMF sudah mengeluarkan
list makanan-makanan kemasan yang sudah dicek kehalalannya. Terdapat list
makanan yang bisa dikonsumsi secara aman dan makanan yang mengandung yang
haram. Adapun di luar list tersebut, pembeli harus mengecek sendiri kandungan
penyusun makanan tersebut.
Masyarakat korea
sangat gemar untuk makan daging. Sehingga sebagian besar restoran memiliki menu
utama daging, baik babi, sapi, maupun ayam. Mengingat penyembelihan sapi dan
ayam tidak mengikuti syariat Islam, kaum muslimin cenderung memilih menu
sayuran dan ikan tatkala mengikuti jamuan makan bersama di restoran korea.
Adapun di sekitar kompleks masjid/islamic center, terdapat banyak sekali
restoran yang menyajikan makanan halal dari berbagai negara.
Budaya
Ada dua hal positif
yang sangat kentara di kehidupan masyarakat Korea, yakni kerja keras dan
kebersamaan. Hal ini berlaku untuk setiap komunitas, baik universitas,
perusahaan, maupun yang lainnya. Namun begitu, kedua hal tersebut bisa menjadi
masalah bagi seorang muslim jika tidak bisa hati-hati dalam bersikap. Terkait
yang pertama, bagi sebagian besar orang Korea yang tidak beragama, kehidupan
hanya untuk mendapatkan kesenangan hidup. Tidak ada hal khusus lain setelahnya.
Oleh karena itu, sebagian waktu mereka hanya untuk mengejar tujuan ini. Tidak
aneh jika dijumpai sebagian dari mereka cenderung menerapkan hal tersebut
kepada bawahannya, baik karyawan maupun mahasiswa. Sehingga, untuk beberapa
kasus, banyak diantara karyawan atau mahasiswa yang bekerja di luar jam wajib
kerja untuk mengejar tuntutan hasil maksimal. Hal ini kadang melalaikan
kewajiban mendasar untuk urusan akherat. Sehingga, pandai dalam mengatur waktu
adalah kunci utama untuk mendapatkan kesuksesan, baik di dunia dan akherat.
Untuk yang kedua,
terkait kebersamaan. Dalam beberapa kesempatan, kegiatan bersama sangat sering
dilakukan. Hal ini cukup baik untuk meningkatkan keakraban antar anggota dalam
komunitas tersebut. Namun begitu, tidak semua kebersamaan bebas dari masalah.
Salah satu yang sangat kentara adalah saat kegiatan makan bersama dalam situasi
tertentu, misalnya menyambut anggota baru, liburan akhir tahun, atau yang
lainnya. Jika sekedar jamuan makan bersama saja, tentu tidak menjadi masalah,
karena seorang muslim dapat memilih menu sayuran atau ikan. Namun, sudah
menjadi hal yang lumrah, bahwa jamuan makan di negeri ini juga diiringi dengan
sajian khomr. Adalah suatu hal yang sudah umum, menurut budaya di Korea,
di mana seorang bawahan, termasuk murid dalam hal ini, harus menuangkan khomr
ke gelas atasannya. Hal ini tentu tidak patut dilakukan bagi seorang muslim.
Ditambah lagi, setelah selesai makan di restoran, biasanya dilanjutkan dengan
pergi bersama ke bar untuk menyanyi bersama atau sekedar ngobrol, tentu
ditemani dengan khomr lagi. Oleh karena itu, penolakan secara halus
dengan menjelaskan secara baik harus dilakukan,
Menjadi Muslim di
Korea
Bagaimanakah menjadi
seorang muslim di Korea? Menurut hemat penulis, sebagai seorang pendatang,
menjadi seorang muslim dan tinggal di Korea tidaklah sulit (meski juga tidak
bisa dikatakan mudah). Secara umum, tidak ada hambatan berarti untuk
menjalankan segala aktivitas ibadah. Di samping itu, untuk mendapatkan makanan
yang halal dan baik, juga tidak sulit. Di sisi lain, masyarakat Korea cenderung
tidak terlalu peduli dengan masalah agama, dan menghormati pemeluk agama lain.
Sehingga, jika mereka mengetahui ada seorang yang ingin menjalankan ibadah
dengan baik, mereka tidak akan ambil pusing dan beberapa diantaranya akan
cenderung untuk mendukung (dengan menyediakan tempat dan yang lainnya). Meski
demikian, sangat boleh jadi ada beberapa kasus yang berbeda dari hal ini di
luar sepengetahuan penulis.
Bagaimana dengan
penduduk asli? Hasna Bae, seorang mahasiswa (23 th) menyebutkan bahwa menjadi
seorang muslimah di Korea tidak bisa dikatakan mudah. Hal ini dikarenakan
jumlah kaum muslimin sangat sedikit, sehingga perbedaan cara hidup, baik dalam
pakaian, makanan atau hal lainnya menjadikan mereka sangat kentara dan menjadi
pusat perhatian dibandingkan yang lainnya. Yu Hyun Il (22 th), presiden
asosiasi mahasiswa muslim di Hankook University of Foreign Studies (HUFS),
menyebutkan bahwa hal yang paling sulit bagi dia adalah terkait dengan makanan
dan minum khomr di bar. Terkait makanan, dia hanya bisa memilih menu
sayuran dan ikan saat makan di restoran. Di samping itu, dia tidak pernah
diajak pergi bersama ke bar, karena dia tidak ikut minum khomr. Jika dia
ikut, terkadang suasana menjadi aneh dan tidak menyenangkan. Hal laen yang
sangat berat dirasakan adalah menghilangkan opini masyarakat tentang Islam.
Tatkala ada berita tentang pengeboman yang mengatasnamakan Islam dan jihad,
sebagai contoh serangan 11 September di Amerika, masyarakat awam berfikir bahwa
Islam mengajarkan kekerasan dan pengeboman untuk jihad. Banyak masyarakat awam
Korea yang tidak tahu, menjadi takut dan cenderung menjauhi Islam dan
pemeluknya karena hal ini. Oleh karena itu, sebagai penduduk asli yang beragama
Islam, mereka berusaha keras menjelaskan kepada masyarakat awam bahwa Islam
sangat melarang kekerasan, pengeboman dan hal semacamnya. Dan alhamdulillaah,
Lee Ju-hwa, Ketua Dakwah dan Pendidikan KMF, menyebutkan bahwa sebagian besar
masyarakat Korea sekarang bisa memahami [2]. Meski hidup sebagai seorang muslim
bagi warga asli Korea terlihat berat, merea sangat bangga menjadi seorang
muslim. Hasna bae, yang sedang kuliah di bidang metal design,
menyebutkan bahwa dia mencari pekerjaan di bidang tersebut tanpa
mengenyampingkan agamanya. Saat dia di tanya, “Apakah Anda akan menyembunyikan
keyakinan Anda untuk mendapatkan pekerjaan?” Dia menjawab, “Never. I do
not want to work for a company that doesn’t respect its employee’s religion
anyway” [3].
—————————————-
ditulis oleh Dwi A,
mahasiswa Korea Institute of Science and Technology, Korea.
Sumber: http://muslim.or.id/jejak-islam/gambaran-ringkas-islam-di-negeri-gingseng.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar